Awal Pendidikan Hati Meniti Perjalanan Pendidikan Nabi

yang sama saat mengawali budidaya suatu tanaman.
Mereka mengawali bukan dari benih, melainkan dari persiapan tanah, atau media tanam. Media tanam itulah yang menjadi perantara ketersediaan makanan bagi tanaman. Betapa mempersiapkan tanah atau media tanam lebih utama dan urgent dilakukan terlebih dahulu dari berbagai pemberian beragam pupuk.
 
Dan lebih menarik kembali bila berikhtiar mentadabburi firman Allah manakala menghadirkan perumpamaan keimanan seseorang dengan tanaman, sebagaimana dalam surat Ibrahim 24-25...
 
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ﴿٢٤﴾تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ 
 
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
 
Dan pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori pada Bab “Orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu, Allah melalui RasulNya mengibaratkan hati dengan tanah tempat benih tumbuh, dan air hujan layaknya ilmu.
 
Pada hadits tersebut, dijelaskan oleh Rasulullah bahwa kondisi tanah sangat mempengaruhi penyerapan air hujan. Maka demikian pula dengan hati manusia.
Bila hati seseorang mudah telah gembur, maka akan mudah untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi benih keimanan di dalamnya. Demikian pula sebaliknya, bila hati seseorang masih keras, maka bagaimanapun deras hujan ilmu, tidak akan memberikan terserap oleh hati tersebut. Curahan hujan tidak memberi manfaat kepada individu tersebut.
 
Mencoba memahami dengan menganalogikan bahwa betapa pentingnya menjadikan tanah gembur terlebih dahulu dan mudah menyerap air dan unsur yang dibutuhkan bagi setiap benih yang telah tertanam di dalamnya....
 
Pertanyaannya adalah, bagaimana cara kita untuk menggemburkan tanah? Atau bagaimana kita dapat menggemburkan hati anak didik kita? Sehingga bersedia menerima ilmu yang kita berikan?
 
Sifat tanah gembur adalah mudah menyerap siraman air yang dituangkan padanya.
Maka hal yang sama dengan hati, maka dia akan menerima ilmu yang diberikan oleh orang lain, karena dia percaya dengan orang tersebut. 
Layaknya Abu Bakr saat diberikan khabar oleh orang Quraisy bahwa shahabatnya yaitu Rasulullah telah melaksanakan isro’ dan mi’roj, dengan tujuan untuk menggoyahkan keimanannya. Dan, Abu Bakr justru merespon dengan jawaban yang luar biasa...
 
نَعَمْ إِنِّي لَأُصَدِّقُهُ فِيْمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِ السَّمَاءِ فِي غَدْوَةٍ أَوْ رَوْحَةٍ
“Ya, bahkan aku membenarkannya yang lebih jauh dari itu. Aku percaya tentang wahyu langit yang turun pagi dan petang.”
 
Pertanyaannya, 
Apa yang menyebabkan Abu Bakr radhiallahu ‘anhu percaya atas kabar dari Nabi?
Apa yang Nabi lakukan kepada Abu Bakr, sehingga beliau memiliki kepercayaan yang luar biasa kepada Rasulullah?
 
Dr Brene Brown dalam salah satu seminarnya menjelaskan tentang anatomi trust, yaitu seseorang bila memiliki kepercayaan dengan orang lain maka dia akan menjaga
• B oundaries (batasan) hak-hak diri dan orang lain dan saling menghargai,
• R ealibility (dapat diandalkan) dengan menjalankan yang kita katakan secara konsisten,
• A ccountability dengan mengakui kesalahan diri sendiir dan berupaya memperbaiki
• V ault dengan menjaga kerahasiaan orang lain walaupun kepada kita 
• I ntegrity (memilih untuk berani beraktivitas dibanding kenyamanan; hal yang benar dibandingkan yang sekedar menyenangkan, cepat dan mudah, menjalankan nilai diri bukan sekedar berkata-kata)
• N on-judgment 
• G enerosity (assumtion) dengan berbaik sangka.
 
Yang menarik kembali adalah bahwa yang disampaikan oleh Dr Brene Brown kenyataannya telah dilakukan oleh Rasulullah kepada para shahabat, baik yang usia dini, masalah baligh maupun masa dewasa.
 
Beliau menerapkan ilmu bagi diri beliau sendiri sebelum kepada orang lain (teladan); selain itu menghargai setiap orang dan dekat dengan semua orang termasuk menjaga kerahasiaan rekan dan temannya; mendahulukan kebenaran dari sekedar keinginan rasa nyaman, hal yang mudah dan cepat; dan berbaik sangka kepada para shahabat.
 
Memahami penjelasan di atas, maka seyogyanya setiap pendidik dari orang dewasa di sekitar ananda untuk berikhtiar meneladani pendidikan Rasulullah dengan menumbuhkan karakter diri yang selanjutnya akan menghadirkan model diri bagi setiap peserta didik. Yang dengan ikhtiar penumbuhan tersebut, semoga Allah akan mudahkan munculnya kepercayaan dari peserta didik dan belanjut dengan keterbukaan hati mereka untuk mendapatkan ilmu dari kita...
 
Wallahu a'lam...