Critical Thinking

Coaching dalam Proses Belajar.

“Silahkan teman-teman, mencari dan menentukan aktivitas yang sering dilakukan di dalam keseharian, kemudian menentukan masalah yang terjadi dalam aktivitas tersebut, kemudian mencari akar permasalahannya.
Silahkan merujuk pada contoh….”
Demikian salah satu tugas dalam materi Life Skills yang dijalani oleh para santri Ma’had Himmatul Ummah.

A: Pak, Saya ga tahu masalahnya apa…
B: Pak, saya ga tahu gimana cara mengerjakannya.
C: Pak, cara mencari akar masalah itu bagaimana?

D : Saya sudah dapat masalahnya pak.
+ Alhamdulillah. Masalah antum sendiri?
– bukan, tapi masalahnya temen….

Sebagian contoh dari beragam respon para santri Himmatul Ummah, setelah mereka mempelajari dan membaca tugas materi life skills.
Critical Thinking, salah satu skills mendasar yang sangat dibutuhkan oleh setiap individu dalam menjalani kehidupan hingga akhir. Materi yang berfokus pada upaya berkelanjutan dalam pencarian informasi atau pengetahuan yang valid, yang akhirnya akan menjadi keyakinan individu tersebut dalam beraktivitas.

Critical Thinking, seperti halnya life skills yang esensial lainnya, sangat mungkin dan dianjurkan untuk diberikan pada usia dini. Sebagaimana Ellen Galinsky jelaskan panjang lebar dalam Mind in the Making, The 7 Essential Life Skills. Bukan ujug-ujug saat Ananda berusia remaja. Karena proses berpikir individu telah dimulai dari awal usia, dan akan cenderung berulang yang akhirnya menjadi pola. Pola berpikir. Dan Dan karakter individu berawal darinya.

Problem solving adalah bagian dari proses berpikir kritis. Bagaimana seorang individu berlatih untuk menyelesaikan permasalahnnya sendiri, secara usaha yang terstruktur, tahapan yang jelas dan tujuan yang jelas. Menyelesaikan permasalahan sendiri, tentu bukan harus tanpa bantuan orang lain, melainkan mereka belajar memahami apa yang harus dilakukan, yang dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

Yang menarik, konseluensi logis dari kegiatan di atas adalah proses pembelajaran tidak bisa seluruhnya dilakukan secara klasikal, bersama-sama. Benar, karena implementasi tahapan pembelajaran akan merujuk pada permaslaahan yang diindentifikasi dan dihadirkan oleh masing-masing santri. Berpotensi dan kenyataanya akan beragam. Sehingga pendekatan coaching menjadi pilihannya.

Pendekatan untuk membantu para santri mengetahui
– Masalah yang terasa dan terlihat
– Akar masalah yang tersembunyi sering kali tidak disadai
– Menghasilkan ide-ide alternative
– Menentukan ide yang relatif lebih tepat
– Dan terakhir mengevaluasi

Kondisi Pembelajaran Jarak jauh menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi coaching, dengan keterbatasan akses komunikasi, beragam pemahaman santri, dan keluangan waktu interaksi.

Namun minimal tujuan yang berharap tercapai adalah, mulainya Ananda menyadari permasalahan akan hadir datang setiap saat, bagaimana mereka mulai bersiap dan terbiasa menuntaskan satu per satu masalah diri sendiri, sebelum selanjutnya memberikan kontribusi dan manfaat kepada orang lain. Bi idznillah.

Leave a Reply